Fraksi Politik Madinah Pasca Nabi Muhammad



Berdasarkan tinjauan historis dari sudut politik, ummah sepeninggal Muhammad dapat dibagi ke dalam beberapa fraksi politik. Tayeb El-Hibri menarasikan peristiwa ini sebagai perebutan kekuasaan di antara dua fraksi dengan pendukung yang berbeda: perebutan antara , muhajirin dan anṣār, anṣār dan suku Quraisy pada umumnya, atau antara pihak Ali bin Abi Ṭālib dan pihak Makkah kontra-Hasyimiyah.  Effendi membagi dalam dua fraksi besar, muhajirin dan anṣār, yang terbagi lagi kedalam beberapa fraksi kecil. Fraksi muhajirin terdiri dari golongan Bani Hasyim dan non-Hasyimiyah, sementara fraksi anṣār terdiri dari suku Aus dan suku Khazraj.  Hitti dalam literatur sejarahnya mengklasifikasikan ke dalam empat fraksi: Fraksi muhajirin sebagai pendukung utama Nabi Muhammad, fraksi anṣār dinarasikan sebagai pelindung Nabi Muhamad, fraksi legitimis pendukung Ali bin Abi Ṭālib, dan fraksi aristokrat Quraisy keturunan golongan ‘Umayyah.

Mayoritas klasifikasi di atas menyebutkan persaingan penerus Nabi Muhammad terjadi antara faksi muhajirin dan anṣār. Fraksi muhajirīn merupakan kaum imigran suku Quraisy Makkah di Madinah, dalam literatur Islam dikenal dengan peristiwa hijrah. Suku Quraisy di Madinah terpecah ke dalam dua pandangan politik: Abu Bakar diusung oleh Abu Ubaidah dan ‘Umar bin Khaṭāb, direfleksikan sebagai wakil suku Quraisy secara umum, dan Ali bin Abi Ṭālib diusung oleh pihak Hasyimiyah, kerabat terdekat Nabi Muhammad. Fraksi anṣār adalah penduduk pribumi Madinah, didominasi oleh suku Aus dan suku Khazraj. Literatur sejarah Islam mencatat suku Aus dan suku Khazraj pada awalnya mengusung Sa’ad bin ‘Ubadah.

Merujuk pada calon suksesi Nabi Muhammad, fraksi politik ummah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga fraksi. Fraksi imigran Quraisy pendukung Abu Bakar, fraksi (suku Quraisy) Hasyimiyah pendukung Ali bin Abi Ṭālib, dan fraksi pribumi Madinah pengusung Sa’ad bin ‘Ubadah.

Fraksi Imigran Quraisy
Konsep dasar fraksi imigran Quraisy dapat direfleksikan dari pertemuan Abu Bakar, ‘Umar bin Khaṭāb dan Abu Ubaidah bersama suku Aus dan Khazraj di kediaman Bani Sa’idah. Isi redaksi beberapa dialog Abu Bakar dalam peristiwa ini sebagaimana tercantum pada literatur sejarah Islam antara lain:
  1. Sejarah Al-Waqidi: Abu Bakar menyebut suku Quraisy sebagai pusat Arab. Sejarah Suyūṭi dan Aż-Żahabi mencatat isi redaksi serupa, Aż-Żahabi merujuk pada sumber Malik dari Ibn ‘Abbās dan Hisyām bin ‘Urwah.
  2. Sejarah Al-Ya’qubi: dialog Abu Bakar mengindikasikan hak suku Quraisy sebagai pengikut awal Nabi Muhammad sebelum melakukan migrasi ke Madinah.
  3. Sejarah Aṭ-Ṭabāri: Abu Bakar menarasikan kedekatan suku Quraisy dengan Nabi Muhammad. Redaksi yang sama dapat ditemukan pada sejarah Ibn Aṡīr.
Indikasi pandangan Abu Bakar tentang hak suku Quraisy dalam literatur sejarah di atas disebabkan: (1) Nabi Muhammad merupakan keturunan suku Quraisy, (2) kedekatan dan senioritas suku Quraisy dengan ajaran Nabi Muhammad, serta (3) suku Quraisy adalah pusat wilayah Arab.

Latar belakang penunjukkan Abu Bakar sebagai suksesi Nabi Muhammad turut direfleksikan dari beberapa redaksi berbeda. Mayoritas literatur sejarah Islam (khususnya mengacu pada seluruh sumber rujukan sejarah Aż-Żahabi) mencatat pemilihan Abu Bakar dilatarbelakangi oleh kedekatannya dengan Nabi Muhammad. Faktor kedekatan ini dimanfaatkan Abu ‘Ubaidah dan ‘Umar bin Khaṭāb menaikkan elektabilitas Abu Bakar di hadapan suku Aus dan suku Khazraj. Hal yang kemudian dinarasikan sebagai alasan utama pendorong penduduk Madinah memilih Abu Bakar sebagai suksesi Nabi Muhammad.  Dialog antara Abu Ubaidah dan ‘Ali bin Abi Ṭālib dalam sejarah Ibn Qutaybah mencatat hal berbeda. Redaksi ini menarasikan pandangan Abu Ubaidah tentang senioritas sosok Abu Bakar, sehingga Ia lebih berhak menggantikan Nabi Muhammad bila dibandingkan dengan ‘Ali bin Abi Ṭālib. 

Kedekatan suku Quraisy dan Nabi Muhammad menjadi alasan utama fraksi imigran Quraisy mengklaim hak kepemimpinan pasca Nabi Muhammad. Suku Quraisy dipandang sebagai suku awal pengikut ajaran Nabi Muhammad. Secara umum, suku Quraisy dianggap sebagai suku utama dari suku-suku ‘Arab lainnya. Sosok Abu Bakar diusung menjadi suksesi Nabi Muhammad turut disebabkan karena senioritasnya dan kedekatannya bersama Nabi Muhammad.

Fraksi Hasyimiyah
Fraksi Hasyimiyah merupakan garis keturunan terdekat Nabi Muhammad SAW. Bila mengacu  pada tradisi pra-Islam, maka fraksi Hasyimiyah merupakan kandidat terkuat suksesi kepemimpinan Nabi Muhammad.  Fraksi ini mengusung Ali bin Abi Ṭālib, salah satu menantu sekaligus keponakan Nabi Muhammad.

Fraksi Hasyimiyah tidak terlibat dalam pertemuan antara perwakilan suku Quraisy, suku ‘Aus dan suku Khazraj di kediaman Bani Sa’idah. Sosok Ali bin Abi Ṭālib dalam literatur Ya’qubi dan Ibn Aṡīr tercatat sempat disuarakan sebagai suksesi Nabi Muhammad, pada pertemuan tersebut, tetapi tidak ditemukan catatan lebih lanjut.  Sejarah Al-Waqidi dan sejarah Aż-Żahabi dirujuk pada redaksi Mālik dari Ibn ‘Abbās menarasikan ‘Ali dan Zubair turut mengadakan pertemuan serupa di kediaman Faṭimah.  Literatur sejarah tidak banyak membahas mengenai keterlibatan fraksi Hasyimiyah. Pembahasan tentang fraksi ini cenderung berkisar pada masalah waktu pembaiatan ‘Ali bin Abi Ṭālib atas Khalifah Abu Bakar.

Ideologi fraksi Hasyimiyah terindikasi dari pertemuan antara ‘Ali bin Abi Ṭālib bersama Abu Bakar, ‘Umar dan Abu Ubaidah. Merujuk pada sejarah Al-Waqidi dan Ibn Qutaybah, ‘Ali mengklaim hak atas kepemimpinan pasca Nabi Muhammad atas dasar kekerabatan dengan Nabi Muhammad (ahl al-bait). ‘Ali memandang jika hak suku Quraisy atas dasar kedekatan bersama Nabi Muhammad, maka keluarga nabi lebih berhak menjadi penerus kepemimpinan Nabi Muhammad.  Sejarah Ya’qūb turut mencatat klaim hak Ali atas suku Quraisy oleh Abu Sufyān, Ia memandang garis keturunan Abd Manaf lebih layak menjadi pemimpin dibandingkan sosok Abu Bakar.

Fraksi Pribumi Madinah
Madinah dihuni oleh dua suku Arab; suku Aus dan suku Khazraj, serta suku-suku Yahudi seperti Bani Nadhir dan Bani Quraidzah.  Faksi ini dalam literatur Islam merupakan pembuka peristiwa perebutan posisi kepemimpinan pasca Nabi Muhammad. Pertemuan kedua suku di kediaman Bani Sa’idah menyepakati Sa’ad bin ‘Ubadah dari suku Khazraj sebagai suksesi Nabi Muhammad.

Pandangan politik fraksi pribumi Madinah dapat direfleksikan dari beberapa redaksi dalam catatan sejarah. Orasi awal Sa’ad pada sejarah Ṭabari melalui redaksi Hisyām bin Muhammad secara implisit menarasikan keadaan suku Quraisy dan Nabi Muhammad pada masa pra-hijrah ke Madinah. Klaim atas hak kepemimpinan oleh Sa’ad dilandaskan pada kemampuan suku-suku pribumi Madinah dalam melindungi dan mengembangkan ajaran Nabi Muhammad.  Mayoritas sumber rujukan turut meredaksikan suku Aus dan Khazraj menawarkan pembagian kekuasaan antara suku Quraisy dan suku pribumi Madinah. Ibn Sa’ad merujuk pada ‘Ārin bin Faḍil mencatat tawaran ini disampaikan oleh Hubāb bin Mużir.  Sejarah Ṭabāri dan Ibnu Aṡīr mencatat pembagian kekuasaan ini ditawarkan bila suku Quraisy tidak menerima khalifah dari suku pribumi Madinah.

Konsep dasar fraksi pribumi Madinah tidak seperti fraksi imigran Quraisy dan fraksi Hasyimiyah yang mengklaim hak kepemimpinan berdasarkan hubungan kerabat dan kedekatan dengan Nabi Muhammad. Fraksi pribumi Madinah lebih cenderung menekankan pada kelebihan suku Aus dan suku Khazraj dalam mengembangkan kekuatan dan kekuasaan Nabi Muhammad. Fraksi ini turut menawarkan solusi pembagian kekuasaan antara suku Quraisy dan suku pribumi Madinah. Berbeda dengan fraksi imigran Quraisy yang hanya menawarkan posisi wazir kepada suku pribumi Madinah.


Daftar Pustaka
As-Suyūṭi, Jalāludīn ‘Abdurrahmān. Tārikh al-Khulafā’. Beirut: Dār ibn Hazm, 2003
Lewis, Bernard. The Arabs in History. New York: Oxford University Press, 1993
Effendi, Ahmad Fuad. Sejarah Peradaban Arab dan Islam. Malang: Misykat, 2012
Al-Hibri, Tayeb. Parable and Politics in Early Islamic History New York: Columbia University Press, 2010
Hitti, Philip K. History of The Arabs. terj. R. Cecep Lukman Yasin dkk. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005
Ibn Aṡīr, ‘Izza ad-dīn Abu Hasan ‘Ali bin Muhammad al-Jazari. Asad al-Gāyah fi Ma’rifat aṣ-Ṣahābah. Beirut: Dār ibn Hāzim, 2012
Ibn Qutaybah, Abu Muhammad ‘Abdullah bin Muslim. al-Imāmah wa as-Siyāsah. Mesir: an-Nīl, 1904
Ibn Sa’ad, Muhammad. Kitab aṭ-Ṭabaqāt al-Kabīr. Kairo: Maktabah al-Khānjī, 2001
Aṭ-Ṭabarī, Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr. Tārīkh at-Tabarī. Riyadh: Bait al-Afkār ad-Dauliah
Al-Waqidi, Muhammad bin ‘Umar bin Wāqidi. Kitāb ar-Riddah. Beirut: Dār al-‘Arab al-Imlā’i, 1990
Al-Ya’qūbī, Ahmad bin Abu Ya’qub bin Ja’far bin Wahab ibn Wāḍih. Tārīkh al-Ya’qūbī. Beirut: Alaalami, 2010
Aż-Ẓahabī, Syamsudīn Abu ‘Abdullah Muhmmad bin Ahmad bin ‘Uṡmān. Tārīkh al-Islām wa Wafiāt al-Masyāhīr wa al-A’lām. Beirut: Dār al-A’lām al-Islāmī, 2003