Islam maju dan berkembang pesat sejak Muhammad saw hijrah dari Makkah ke Madinah. Rasulullah berhasil menanamkan tauhid dan keimanan kepada kaum muslimin di Makkah, dan kemudian menerapkan hukum-hukum Islam untuk mengatur kehidupan kaum muslimin di Makkah. Setelah Beliau wafat, para sahabat melanjutkan perjuangan beliau menegakkan syari’at Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh pelosok bumi. Islam kemudian berkembang pesat pada masa Khulafaur Rasyidin, dinasti Umayah, hingga dinasti Abbasiyah. Pada masa dinasti Abbasiyah terjadi sebuah peristiwa besar yang mengakibatkan hancurnya budaya Islam yang telah dibangun berabad-abad sebelumnya. Kehancuran ini ditandai dengan penyerangan bangsa Mongol ke Baghdad yang merupakan pusat umat muslim pada saat itu.
Bangsa Mongol
Bangsa Mongol mulai dikenal pada masa kepemimpinan Genghis Khan pada abad ke-13. Genghis Khan berhasil menyatukan bangsa Mongol yang semula terpecah-belah, dan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga utara Tiongkok, Xia barat, Asia Tengah, dan kerajaan Khawarezmia di Asia Timur Tengah. Disamping perluasan wilayah, Genghis Khan pun berhasil membuat Ulang Yassa, semacam undang-undang yang dibuat untuk mengatur masyarakat Mongol pada saat itu.
Bangsa Mongol mulai dikenal pada masa kepemimpinan Genghis Khan pada abad ke-13. Genghis Khan berhasil menyatukan bangsa Mongol yang semula terpecah-belah, dan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga utara Tiongkok, Xia barat, Asia Tengah, dan kerajaan Khawarezmia di Asia Timur Tengah. Disamping perluasan wilayah, Genghis Khan pun berhasil membuat Ulang Yassa, semacam undang-undang yang dibuat untuk mengatur masyarakat Mongol pada saat itu.
Sepeninggal Genghis Khan, wilayah Mongol dibagi kepada keempat anaknya, Jochi, Changtai, Ogodei, dan Tolui. Ogedei dilantik menjadi seorang Khan Agung setelah kematian ayahnya. Pada masa pemerintahannya, Mongol berhasil mempertahankan wilayah Mongol bahkan memperluasnya hingga daerah Rusia, Polandia, dan Hungaria. Ia pun berhasil menghancurkan pasukan gabungan Hungaria, Polandia, dan Jerman pada peperangan di Leignitz. Anak pertama Genghis Khan, Jochi, meninggal sebelum kematian Genghis Khan sendiri, oleh karena itu warisan wilayahnya dibagi kepada anak Jochi, Batu Khan dan Orda Khan. Setelah kematian Ogedei, Batu Khan berhasil merebut tanah Arab dari tangan penguasa Eropa, dan memperluas daerah kekuasaannya hingga Mesir. Anak kedua Genghis Khan, Changtai, kemudian mendirikan Dinasti Changtai yang menguasai Asia Tengah dan Iran Utara. Tolui yang merupakan anak termuda Genghis Khan menguasai wilayah Mongol yang relatif kecil.Anaknya, Kublai Khan kemudian mendirikan Dinasti Yuan.
Pada perkembangan selanjutnya terjadi perang saudara di antara keturunan Jengis Khan dan menyebabkan Bangsa Mongol menjadi terpecah-belah.Konflik perang saudara ini terjadi selama sepuluh tahun (1257-1267), antara Dinasti Golden Horde yang telah masuk Islam dan Kubilai Khan dan Dinasti Ilkhan. Pertentangan ini dipicu karena masuk Islamnya penguasa Dinasti Golden Horde, Berke. Beberapa kebijakan para penguasa Dinasti Golden Horde antara lain membangun hubungan baik dengan Dinasti Mamluk dan Dinasti ‘Abbasiyah dan mengganti undang-undang Yassa dengan Syari’at Islam.
Hubungan antara bangsa Mongol dan kerajaan Islam terjadi sejak masa pemerintahan Genghis Khan. Pada saat itu kekuasaan Mongol meluas hingga perbatasan kerajaan Iran, Genghis Khan kagum akan kemajuan budaya serta kekuatan militer bangsa Turan. Oleh karena itu Genghis mengirimkan utusan pada pemimpin Kerajaan Khwarazm, sultan Alauddin Muhammad untuk menjalin kerja sama antar kedua belah pihak. Hubungan kedua penguasa ini berjalan dengan baik hingga terjadi peristiwa Utrar pada tahun 1218, ketika itu utusan Mongol yang membawa hadiah dibunuh oleh Khawarazm Shah.[6]Tahun 1219 Genghis Khan dan pasukannya menyerang Kerajaaan Khwarazm, menguasai kota-kota besar seperti Bukhara dan Samarka, membunuh semua penduduknya, serta mengusir raja Khawarzm ke daerah tepi laut Kaspia.
Pada masa kepemimpinan Monggu Khan, Ia menyerahkan perluasan wilayah Mongol kepada dua saudaranya, Qubilai dan Hulagu. Qubilai ditugaskan untuk menaklukan Dinasti Sung di kawasan timur, dan Hulagu untuk perluasan di wilayah barat. Inilah awal di mana bangsa Mongol mulai bersentuhan langsung dengan dinasti Abbasiyah.
Keadaan Dinasti Abbasiyah Menjelang Kehancuran Baghdad
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang kedua setelah dinasti Ummayah. Dinasti ini berdiri setelah pasukan Abu Abbas As-Saffah membunuh khalifah Marwan II pada tahun 750M/132H. Dinasti Abbasiyah berpusat di Baghdad dan berkembang pesat menjadi pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang kedua setelah dinasti Ummayah. Dinasti ini berdiri setelah pasukan Abu Abbas As-Saffah membunuh khalifah Marwan II pada tahun 750M/132H. Dinasti Abbasiyah berpusat di Baghdad dan berkembang pesat menjadi pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Dinasti Abbasiyah mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Harun ar_Rasyid (786-809) dan anaknya al-Ma’mun (813-833). Harun ar-Rasyid merupakan seorang khalifah yang sangat peduli terhadap rakyatnya, Ia mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, serta farmasi. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Periode emas ini terus berlanjut pada masa khalifah al-Ma’mun yang sangat cinta terhadap ilmu pengetahuan. Ia menggalakkan penerjemahan buku-buku asing, mendirikan sekolah, serta mendirikan pusat ilmu pengetahuan Baitul Hikmah.
Masa-masa kejayaan dan kesuksesan khalifah Harun ar-Rasyid dan al-Ma’mun ternyata merupakan perode awal kehancuran dinasti dinasti Abbasiyah. Masa kritis ini bermula sepeninggal Harun ar-Rasyid yang mewariskan mahkota kekhalifahan kepada anak tertuanya al-Amin, dan mengangkat al-Ma’mun sebagai gubernur di Khurasan. Al-Ma’mun kemudian berusaha merebut kekhalifahan al-Amin sehingga tejadi perang saudara, al-Amin didukung oleh pasukan Abbasiyah di Baghdad, sementara al-Ma’mun didukung oleh orang-orang Khurasan. Pada akhirnya al-Amin terbunuh dan al-Ma’mun berhasil menjadi Khalifah Abbasiyah pada tahun 813.
Diantara kebijakan Khalifah al-Ma’mun yang kemudian diteruskan oleh Khalifah al-Mu’tashim adalah merubah pasukannya menjadi dua; pasukan yang pertama disebut dengan shakiriya, merupakan pasukan independen yang dipimpin langsung oleh penguasa lokal dari Transoxania, Armenia, dan Afrika Utara. Pasukan yang kedua merupakan tentara bayaran yang diangkat dari para budak Turki, pasukan ini disebut dengan ghilman. Pada masa al-Mu’tashim pusat pemerintahan dipindahkan ke Samarra dan dikelilingi oleh pasukan Turki, sehingga ia menjadi seorang khalifah absolut.[9]Pada awalnya, kebijakan ini dilakukan al-Ma’mun untuk memperoleh dukungan dari militer setelah terjadi perpecahan pada saat perang saudara, tetapi pada perkembangan selanjutnya hal ini justru mengakibatkan perpecahan Dinasti Abbasiyah. Penguasa-penguasa lokal yang mempunyai pasukan independent mulai berusaha untuk melepaskan diri dari kekuasaan khalifah, begitu pula dengan orang-orang Turki. Hal ini mengakibatkan khalifah selanjutnya kehilangan kekuasaan atas kekuatan militernya, dan lepasnya dinasti-dinasti yang jauh dari pusat pemerintahan.
Pada masa ini pula korupsi mulai berkembang pesat diantara para pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting di pemerintahan dikuasai oleh golongan-golongan tertentu. Pada masa Khalifah al-Mutawakkil, seorang wazir memegang seluruh bidang dalam pemerintahan. Ia dan kelompoknya memegang kekuasaan penuh tersebut dengan berbagai intrik dan menyuap khalifah. ketika mereka menguasai pemerintahan, wazir dan kelompoknya memanfaatkan kekuasaannya, meraup keuntungan, dan mengamankan posisi mereka dengan berbagai cara ilegal seperti pembukuan palsu dan suap-menyuap. Oleh karena itu keuangan dan ekonomi dinasti Abbasiyah terus melemah, yang akhirnya berdampak pada tingginya pajak yang dibebankan kepada rakyat.
Serangan Bangsa Mongol dan Kehancuran Baghdad
Pada masa Genghis Khan, bangsa Mongol telah menguasai wilayah Iran yang merupakan bekas dari kekuasaan Kerajaan Khawarazm. Oleh Khan Agung selanjutnya, Hulagu diperintahkan untuk memperluas kekuasaan bangsa Mongol ke wilayah barat. Oleh karena itu Hulagu terus mendekat ke pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah pada saat itu.
Pada masa Genghis Khan, bangsa Mongol telah menguasai wilayah Iran yang merupakan bekas dari kekuasaan Kerajaan Khawarazm. Oleh Khan Agung selanjutnya, Hulagu diperintahkan untuk memperluas kekuasaan bangsa Mongol ke wilayah barat. Oleh karena itu Hulagu terus mendekat ke pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah pada saat itu.
Menjelang serangan Hulagu ke Baghdad, wilayah Iran penuh dengan teror dari Assasin yang dipimpin oleh Hasan ibn Sabbah dari golongan Syi’ah Isma’iliyah di pegunungan Alamut. Pada hakikatnya, serangan Assasin ini tidak hanya menyerang wilayah bangsa Mongol, tetapi juga menyerang wilayah kekuasaan Islam di Iran. Hulagu mengirimkan surat kepada Khalifah al-Mu’tashim untuk bekerja sama dalam memberantas assasin. Surat tersebut jatuh ketangan wazir Ibn al-Qami yang beraliran Syi’ah, dan tidak menginginkan penyerangan terhadap assasin dari sekte Isma’iliyah. Oleh karena itu atas nama khalifah, Ia membalas surat tersebut dengan tujuan manghasut Hulagu untuk menyerang Baghdad.
Hulagu kemudian mengerahkan pasukannya ke Iraq untuk menghancurkan Baghdad Abbasiyah pada tahun 652. Ia dan pasukannya berhasil menguasai wilayah Ashbihan dan Hamdzan, serta menguasai benteng Isma’iliyah. Pada tahun 655 Ia menerima surat desakan dari wazir Ibn Al-Qami untuk segera menyerang Baghdad. Tahun 656 Hulagu berhasil mencapai Baghdad dan mengepungnya, penyerangan pasukan Mongol ini digunakan oleh Ibn Al-Qami untuk menipu khalifah, Ia berkata bahwa telah terjadi perjanjian damai dengan pasukan Mongol. Maka dari itu keluarlah khalifah beserta seluruh pembesar kerajaan dan para ahli fiqih, tetapi pada kenyataannya mereka semua dibunuh secara tragis. Hulagu kemudian menghancurkan kota Baghdad, peradabannya, serta membunuh seluruh penduduknya.
Beberapa faktor jatuhnya Baghdad ke tangan Bangsa Mongol antara lain sebagai berikut:
- Kebijakan khalifah untuk membentuk tentara bayaran yang berasal dari para budak Turki. Hal ini mengakibatkan ketergantungan khalifah terhadap mereka, sehingga pada perkembangannya para tentara inilah yang memegang kendali terhadap khalifah dan pemerintahan dinasti Abbasiyah.
- Kemerdekaan dinasti-dinasti kecil. Hal ini dilatar belakangi oleh kebijakan khalifah untuk membentuk pasukan independen dibawah gubernur, sehingga kekuatan ini berkembang dan kemudian mempunyai kedudukan yang sangat kuat. Disamping itu pula ada beberapa pimpinan lokal yang melakukan pemberontakan kepada khalifah dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
- Faktor ekonomi Dinasti Abbasiyah yang terus melemah. Hal ini dipicu dengan meningkatnya tingkat korupsi dikalangan pemerintah dan meningkatnya pajak yang dibebankan kepada rakyat, sehingga terjadi perebutan wilayah demi kepentingan golongan tertentu. Keuangan dinasti Abbasiyah semakin melemah dengan merdekanya beberapa dinasti yang menjadi wilayah kekuasaannya sehingga tidak lagi membayar upeti kepada pemerintah pusat.
- Perpecahan antara kaum muslim. Masa ini merupakan puncak dari fitnah yang tejadi di Baghdad, baik antara golongan Syi’ah dan Ahlus Sunnah, maupun antara madzhab Hambali dan madzhab yang lainnya. Disamping itu pula kaum muslimin terpecah dalam berbagai kelompok keagamaan seperti Khawarij, Mu’tazilah, Syi’ah, dan lain sebagainya.
- Perang saudara antara al-Amin dan al-Ma’mun. Peperangan ini disamping karena perebutan tahta kekhalifahan merupakan peperangan antar suku Arab dan Persia. Al-Amin merupakan keturunan Harun ar-Rasyid yang berdarah Arab murni, sementara al-Ma’mun merupakan seorang Persia. Peristiwa ini mengakibatkan tumbuhnya permusuhan antara suku Arab dan suku Persia. Hal ini diperparah dengan kebijakan Al-Ma’mun yang mengangkat tentara bayaran dari budak-budak Turki, sehingga munculah petentangan antara tiga suku; Arab, Persia, dan Turki.
- Penghianatan wazir Ibn al-Qami, ia berhasil menghasut Hulagu untuk menghancurkan Baghdad dan dengan akal bulusnya ia berhasil menipu khalifah untuk menyerahkan diri kepada Hulagu.
- Peperangan antara kaum Muslim dan nasrani. Peperangan ini lebih dikenal dengan perang salib, perang ini memberikan kerugian yang sangat besar kepada kaum muslim. Kerugian-kerugian ini menyebabkan kekuatan politik umat muslim pada saat itu menjadi lemah.
- Serangan bangsa Mongol pada saat yang tepat. Tahun 656 merupakan waktu yang sangat tepat untuk menyerang pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Hal ini disebabkan faktor internal pemerintahan Abbasiyah yang kacau, Hulagu juga didukung oleh musuh Islam lainnya.
Bangsa Mongol dan Islam Pasca Kehancuran Baghdad
Jauh sebelum penghancuran Baghdad oleh Hulagu, penguasa Dinasti Golden Horde, Berke sempat menolak sikap bangsa Mongol yang mengirimkan tentara Ilkhan ke Irak dan memberikan masukan agar Hulagu segera menarik pasukannya. Penolakan Berke ini tidak lain karena Ia merupakan seorang muslim dan membangun aliansi dengan Dinasti Mamluk dan Dinasti ‘Abbasiyah. Saran ini tidak dihiraukan oleh Hulagu, Ia bersama pasukan meneruskan perjalanannya dan menghancurkan Baghdad.
Jauh sebelum penghancuran Baghdad oleh Hulagu, penguasa Dinasti Golden Horde, Berke sempat menolak sikap bangsa Mongol yang mengirimkan tentara Ilkhan ke Irak dan memberikan masukan agar Hulagu segera menarik pasukannya. Penolakan Berke ini tidak lain karena Ia merupakan seorang muslim dan membangun aliansi dengan Dinasti Mamluk dan Dinasti ‘Abbasiyah. Saran ini tidak dihiraukan oleh Hulagu, Ia bersama pasukan meneruskan perjalanannya dan menghancurkan Baghdad.
Setelah menghancurkan Baghdad, Hulagu Khan beserta pasukannya meneruskan penaklukannya ke Kairo untuk menghancurkan Dinasti Mamluk di Mesir. Di tengah perjalanannya, Ia mendapat kabar bahwa Khan Agung Monggu Khan wafat, sehingga Hulagu kembali ke Karakuram dan menunjuk Ketboga sebagai panglima perang.
Di bawah komando Ketboga, pasukan Mongol menuju Mesir hingga akhirnya bertemu pasukan Dinasti Mamluk dan sekutunya di ‘Ain al-Jalut. Peperangan ini dimenangkan oleh Dinasti Mamluk dan memaksa pasukan Mongol membatalkan misinya untuk menaklukan Mesir. Kekalahan ini disebabkan karena pasukan Mongol tidak mempunyai sosok panglima perang seperti Hulagu dan adanya bala bantuan dari pasukan Golden Horde untuk membantu pasukan Dinasti Mamluk.
Pada periode selanjutnya setelah Hulagu Khan wafat, putra sulungnya Abaga meneruskan penaklukan Bangsa Mongol di wilayah Barat.[15]Untuk membendung kekuatan Dinasti golden Horde ia bekerja sama dengan pasukan Yunani dan beberapa negara Eropa Timur, tetapi aliansi ini tidak dapat menahan kekuatan pasukan Mamluk dan Golden Horde sehingga Ia mengalami kekalahan toal pada tahun 1277. Pada tahun 1281, Abaga berusaha menyerang Syiria, tetapi pasukannya mengalami kekalahan dan menyebabkan Ia frustasi dan depresi serta putus asa.
Dampak dari kekalahan pasukan Mongol dan kekuatan aliansi Dinasti Mamluk dan Dinasti Golden Horde ini membuat sebagian besar Bangsa Mongol masuk ke dalam agama Islam. Salah satunya adalah penerus Abaga, Pangeran Tagudar yang menjadi muslim dan mengganti namanya menjadi Ahmad. Ia menjadi syuhada pertama di kalangan bangsa Mongol yang mati demi Islam.
Kehancuran kota Baghdad dan jatuhnya Dinasti ‘Abbasiyah pada hakikat bukan merupakan kehancuran Islam. Melihat dari penjelasan di atas, kehancuran Baghdad hanya merupakan tanda dimulainya babak baru dari sejarah Islam. Hal ini dapat dilihat dari kuatnya kekuatan Islam yang dibangun oleh aliansi Dinasti Mamluk dan Dinasti Golden Horde, serta berdirinya Dinasti-Dinati Mongol Islam setelahnya.
Referensi
Hodgson, Marshal G. S. The Ventre of Islam; Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia. Terj. Mulyadhi Kartanegara. Jakarta: Paramadina, 2002
Karim, M. Abdul. Islam di Asia Tengah. Yogyakarta: Bagaskara, 2006
____________ Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara, cet. IV, 2012
Khaldun, Ibnu. Tarekh Ibnu Khaldun. juz. III. Beirut: Daar el-Kutub, 1992
Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societes. Cambridge: Cambridge University Press, 1995
Hodgson, Marshal G. S. The Ventre of Islam; Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia. Terj. Mulyadhi Kartanegara. Jakarta: Paramadina, 2002
Karim, M. Abdul. Islam di Asia Tengah. Yogyakarta: Bagaskara, 2006
____________ Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara, cet. IV, 2012
Khaldun, Ibnu. Tarekh Ibnu Khaldun. juz. III. Beirut: Daar el-Kutub, 1992
Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societes. Cambridge: Cambridge University Press, 1995